Dengan adanya
perubahan dinamika politik dan sistem politik di Indonesia yang lebih
demokratis, memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk menerapkan suatu
mekanisme politik yang dipandang lebih demokratis. Dalam konteks politik lokal
Desa Jambesari, hal ini tergambar dalam pemilihan kepala desa dan
pemilihan-pemilihan lain (pilleg, pilpres, pilkada, dan pilgub) yang juga
melibatkan warga masyarakat desa secara umum.
Khusus untuk pemilihan kepala
desa Jambesari, sebagaimana tradisi kepala desa di Jawa, biasanya para peserta
(kandidat) nya adalah mereka yang secara trah memiliki hubungan dengan elit
kepala desa yang lama. Hal ini tidak terlepas dari anggapan masyarakat banyak
di desa-desa bahwa jabatan kepala desa adalah jabatan garis tangan
keluarga-keluarga tersebut. Fenomena inilah yang biasa disebut pulung
(dalam tradisi jawa) bagi keluarga-keluarga tersebut.
Jabatan kepala desa merupakan
jabatan yang tidak serta merta dapat diwariskan kepada anak cucu. Mereka dipilh
karena kecerdasan, etos kerja, kejujuran dan kedekatannya dengan warga desa.
Kepala desa bisa diganti sebelum masa jabatannya habis, jika ia melanggar
peraturan maupun norma-norma yang berlaku. Begitu pula ia bisa diganti jika ia
berhalangan tetap.
Karena demikian, maka setiap
orang yang memiliki dan memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan dalam
perundangan dan peraturan yang berlaku, bisa mengajukan diri untuk mendaftar
menjadi kandidat kepala desa. Fenomena ini juga terjadi pada pemilihan desa
Jambesari pada tahun 2003 Pada pilihan kepala desa ini partisipasi masyarakat
sangat tinggi, yakni hampir 90%. Tercatat ada 3 kandidat kepala desa pada waktu
itu yang mengikuti pemilihan kepala desa. Pilihan kepala Desa bagi warga
masyarakat Desa Jambesari seperti acara perayaan desa.
Pada bulan Juli dan Nopember
2008 ini masyarakat juga dilibatkan dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur putaran
I dan II secara langsung. Walaupun tingkat partisipasinya lebih rendah dari
pada pilihan kepala Desa, namun hampir 75% daftar pemilih tetap, memberikan hak
pilihnya. Ini adalah proggres demokrasi yang cukup signifikan di desa
Jambesari.
Setelah proses-proses
politik selesai, situasi desa kembali berjalan normal. Hiruk pikuk warga dalam
pesta demokrasi desa berakhir dengan kembalinya kehidupan sebagaimana awal
mulanya. Masyarakat tidak terus menerus terjebak dalam sekat-sekat kelompok
pilihannya. Hal ini ditandai dengan kehidupan yang penuh tolong menolong maupun
gotong royong.
Walaupun pola kepemimpinan
ada di Kepala Desa namun mekanisme pengambilan keputusan selalu ada pelibatan
masyarakat baik lewat lembaga resmi desa seperti Badan Permusyawaratan Desa
maupun lewat masyarakat langsung. Dengan demikian terlihat bahwa pola
kepemimpinan di Wilayah Desa Jambesari mengedepankan pola kepemimpinan yang
demokratis.
Berdasarkan deskripsi
beberapa fakta di atas, dapat dipahami bahwa Desa Jambesari mempunyai dinamika
politik lokal yang bagus. Hal ini terlihat baik dari segi pola kepemimpinan,
mekanisme pemilihan kepemimpinan, sampai dengan partisipasi masyarakat dalam
menerapkan sistem politik demokratis ke dalam kehidupan politik lokal. Tetapi
terhadap minat politik daerah dan nasional terlihat masih kurang antusias. Hal
ini dapat dimengerti dikarenakan dinamika politik nasional dalam kehidupan
keseharian masyarakat Desa Jambesari kurang mempunyai greget, terutama yang
berkaitan dengan permasalahan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara
langsung.
Di Desa Jambesari suasana
budaya masyarakat Jawa sangat terasa. Dalam hal kegiatan agama Islam misalnya,
suasananya sangat dipengaruhi oleh aspek budaya dan sosial Jawa. Hal ini
tergambar dari dipakainya kalender Jawa/ Islam, masih adanya budaya nyadran,
slametan, tahlilan, mithoni, dan lainnya, yang semuanya merefleksikan sisi-sisi
akulturasi budaya Islam dan Jawa.
Dengan semakin terbukanya
masyarakat terhadap arus informasi, hal-hal lama ini mulai mendapat respon dan
tafsir balik dari masyarakat. Hal ini menandai babak baru dinamika sosial dan
budaya, sekaligus tantangan baru bersama masyarakat Desa Jambesari. Dalam
rangka merespon tradisi lama ini telah mewabah dan menjamur kelembagaan sosial,
politik, agama, dan budaya di Desa Jambesari. Tentunya hal ini membutuhkan
kearifan tersendiri, sebab walaupun secara budaya berlembaga dan berorganisasi
adalah baik tetapi secara sosiologis ia akan beresiko menghadirkan kerawanan
dan konflik sosial.
Bencana Alam dan Sosial
Dalam catatan sejarah, selama ini belum pernah
terjadi bencana alam dan sosial yang cukup berarti di Desa jambesariIsu-isu
terkait tema ini, seperti kemiskinan dan bencana alam, tidak sampai pada titik
kronis yang membahayakan masyarakat dan sosial.
Posting Komentar